BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BIMBINGAN dan
KONSELING
1. Pengertian
Bimbingan
Bimbingan
merupakan upaya pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu.
Donald G. Mortensen dan
Alan M. Schmuller (1976) menyatakan bahwa: “ Guidance may be defined as that part
of the total educational program that helps provide the personal apportunities
and specialized staff services by which each individual can develop to the
fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea.”
Model bimbingan yang
berkembang saat ini adalah bimbinga perkembangan. Bimbingan perkembangan di
lingkungan pendidikan merupakan pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik
yang dilakukan secara berkesinambungan agar mereka dapat memahami dirinya,
lingkungan, dan tugas-tugasnya sehingga mereka sanggup mengarahkan diri,
menyesuaikan diri, serta bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan
lembaga pendidikan, keadaan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja yang
akan dimasukinya kelak. Dengan pemberian layanan bimbingan, mereka lebih produktif, dapat menikmati
kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti pada lembaga
tempat mereka bekerja kelak, serta masyarakat pada umumnya. Pemberian bimbingan
juga membantu mereka mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
2. Pengertian
Konseling
Shertzer
dan Stone (1980) telah menyimpilkan bahwa : konseling adalah upaya membantu
individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan
konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat
keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga
konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Selanjutnya, Pietrofesa
dan kawan-kawan menunjukkan beberapa ciri-ciri konseling profesional adalah sebagai berikut:
a. Konseling
merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang
sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.
b. Dalam
hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan
pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, serta tingkah laku atau
sikap-sikap baru.
c. Hubungan
profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antar klien dan konselor.
ASCA
(American School Counselor Assosiation) mengemukakan bahwa konseling adalah
hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan
pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi
masalah-masalahnya.
Adanya
perbedaan definisi konseling tersebut, selain ditimbulkan karena perkembangan
ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang
merumuskannya tentang konseling dan aliran atau teori yang dianutnya.
Dari uraian diatas, maka dapat
disimpilkan bahwa BK (Bimbingan Konseling) adalah suatu bimbingan yang
diberikan seorang konselor terhadap konseli melalui proses yang bersifat
pribadi dalam rangka membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya.
B.
SEJARAH
BIMBINGAN dan KONSELING
1. Sejarah
Bimbingan dan Konseling di Dunia Internasional
Sampai
awal abad ke-20 belum ada konselor di sekolah. Pada saat itu
pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan di
sekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman
latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Tahun 1989
Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling
pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907, dia memasukkan program
bimbingan di sekolah tersebut.
Pada waktu yang sama,
para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya: Eli
Weaper, Frank Parson, E. G Will Amson, dan Carir Rogers.
Eli Weaper pada tahun
1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karier” dan membentuk komite guru
pembimbing di setiap sekolah menengah di New York. Komite tersebut bergerak
untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar
tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi
seorang pekerja yang produktif.
Frank Parson dikenal
sebagai “Father of The Guidance Movement in American Education”. Mendirikan
biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu
pemuda dalam memilih karier uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah
dan melatih guru untuk memberikan layanan sebagai konselor.
Bradley menambah satu
tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu :[1]
1.Eksplorasi kejuruan
(vocational exploration) : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual
dan pasaran kerja.
2.Pemenuhan kebutuhan individual
(meeting individual needs) : Tahapan yang menekankan bantuan kepada individu
agar memperoleh kepuasan tentang kebutuhan hidupnya. Perkembangan bimbingan dan
konseling pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya
sendiri.
3.Profesionalisme
transisional (transitional profesionalism) : Tahapan yang memfokuskan perhatian
kepada upaya profesionalisasi konselor.
4.Diagnosis situasional
(situasional diagnosis) : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada
tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan
gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
2. Sejarah
Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Amerika Serikat
Layanan
bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh Jesse B. Davis pada sekitar
tahun 1898-1907. Beliau bekerja sebagai konselor sekolah menengah di Detroit.
Dalam waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi masalah-masalah pendidikan,
moral, dan jabatan siswa.
Pada tahun 1908, Frank
Parsons mendirikan Vocational Bureau untuk membantu para remaja memilih
pekerjaan yang cocok bagi mereka.
Tahun 1910, William
Healy mendirikan Juvenile Psychopathic Institut di Chicago.
Tahun 1911, Universitas
Harvard memberikan kuliah bidang bimbingan jabatan dengan dosennya Meyer
Blomfield.
Tahun 1912, Grand Rapids, Michigan mendirikan
lembaga bimbingan dalam sistem sekolahnya.
Tahun 1913, berdiri
National Vocational Guidance Association di Grand Rapids.
Perkembangan bimbingan
dan konseling di Amerika Serikat sangat pesat pada awal tahun 1950. Hal
tersebut ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and Guidance
Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli 1983 APGA mengubah
namanya menjadi AACD (American Association for Counseling and Development).
Lalu satu organisasi lainnya bergabung pula dengan AACD, yaitu Militery
Education (MECA). Dengan demikian, pada saat AACD merupakan organisasi
profesional bagi para konselor di Amerika Serikat, dengan 14 divisi (organisasi
khusus) yang tergabung di dalamnya. Di samping itu, pada setiap negara bagian
atau wilayah tertentu terdapat semacam cabang dari masing-masing organisasi
tersebut.
Sebagai suatu
organisasi profesi, AACD ataupun organisasi-organisasi divisinya mengeluarkan
jurnal-jurnal secara berkala. Jurnal-jurnal tersebut diantaranya:
1. Journal
of Counseling and Development
2. Journal
of College Student Personnel
3. Counselor
Education and Supervision
4. The
Career Development Quarterly
3. Sejarah
Perkembangan
Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan
layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam
kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah
dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis.
Pada tahun 1964, lahir
kurikulum SMA Gaya
Baru, dengan keharusan melaksanakan
program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena
kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang
profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang
sekarang terkenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Setelah dirintis dalam
dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an. Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) membawa harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di
sekolah karena staf bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah
pembangunan.
Secara formal,
bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum
1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral
dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan
program bimbingan di sekolah.
Setelah melalui
penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan diupayakan agar lebih mantap.
Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang
profesioanl. Upaya- upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalitas
yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade
ini adalah penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam
kurikulum 1984, telah dimasukkan bimbingan karir di dalamnya. Usaha memantapkan
bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.
Penataan bimbingan
terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam pasal 3 disebutkan tugas pokok guru
adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi
pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut
dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya, pada tahun
2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan
nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus
tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
C.
Asas – Asas Bimbingan Konseling di Sekolah
Dalam
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu
mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling.
Asas-asas ini dapat diterapkan sebagai
berikut:
1) Asas Kerahasiaan
Banyak orang beranggapan bahwa mengalami
masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorangpun
(selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini
sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya
siswa di sekolah). Dalam hal ini masalah yang dihadapi oleh seorang siswa tidak
akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu
yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan pada orang lain,
atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak
diketahui orang lain. Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya
bimbingan dan konseling.
2) Asas Kesukarelaan
Dalam asas kesukarelaan pembimbing
berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu sehingga klien
itu mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya
kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon)
terbimbing / siswa atau klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri
penyelenggara. Para penyelenggara bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa
bahwa tugas ke-BK-annya itu merupakan suatu yang memaksa diri mereka.
3) Asas Keterbukaan
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya
berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun
pembimbing/konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar
berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi dan hal ini lebih
penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan
pemecahan masalah yang dimaksud. Perlu diperhatikan bahwa keterbukaan hanya
akan terjadi bila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang
semestinya diterapkan oleh konselor. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi
dasar bagi keterbukaanya.
4) Asas Kekinian
Masalah klien yang langsung ditanggulangi
melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang
dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sudah lampau, dan juga masalah
yang mungkin akan dialami di masa mendatang. Asas kekinian juga mengandung
pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika
diminta bantuan oleh klien yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah
segera memberikan bantuan dan mendahulukan kepentingan klien daripada yang
lain-lain.
5) Asas Kemandirian
Dalam memberikan layanan para petugas
hendaklah se;a;u berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang
dibimbing, jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada
orang lain, khususnya para pembimbing / konselor.
Individu yang dibimbing setelah dibantu
diharapkan dapat mandiri dengan cirri-ciri pokok mampu:
a) Mengenal diri sendiri dan lingkungan
sebagaimana adanya;
b) Menerima diri sendiri dan lingkungan secara
positif dan dinamis;
c) Mengambil keputusan untuk dan oleh diri
sendiri;
d) Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan
itu, dan
e) Mewujudkan diri secara optimal sesuai
dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. (Prayitno,
2004: 117)
Kemandirian dengan cirri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari.
6) Asas Kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan
memberikan buah yang tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak
melakukan kegiatan dalam pencapaian tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha
bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu
yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya
menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan
yang dimaksud.
7) Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling
menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu
perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekadar
mengulang-ulang hal-hal lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang
selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju.
8) Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling memadukan
berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang
dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaanya tidak saling serasi dan
terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping katerpaduan pada diri
individu yang dibimbing, juga perhatikan keterpaduan isi dan proses layanan
yang diberikan. Hendaknya jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau
bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
9) Asas Kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha
“layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara,
norma ilmu, maupun kebiasaan sahari-hari”. Asas kenormatifan ini diterapkan
terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi
layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur,
teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang
dimaksudkan.
10. Asas Keahlian
Usaha
layanan bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan
mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Untuk itu para konselor perlu
mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai
keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah
pelayanan professional yang diselengggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang
khusus di didik pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi
konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga
kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu dipadukan.
Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik
konseling secara baik.
11.
Asas Alih tangan
Asas ini
mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah
mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien belum dapat terbantu
sebagaimana yang diharapkan, maka petugas itu mengalihtangankan klien tersebut,
kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Disamping itu, asas ini juga
menasihatkan petugas bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah
klien sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, setiap masalah
hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
12.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini
menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih di lingkungan
sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi
dengan “ing ngarsa subg tulada, ing madya mangun karsa”. Asas ini
menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada
waktu siswa mengalami masalah dan mengahadap pembimbing saja, namun di luar
hubungan kerja kepembimbingan dan konselingpun hendaknya dirasakan adanya dan
manfaatnya.
D.
Prinsip – Prinsip
Bimbingan Konseling
Prinsip-prinsip
bimbingan konseling di bagi menjadi dua yaitu Prinsip umum dan khusus.
1.) Prinsip
Umum
a.) Sikap
dan tingkah laku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan
ruwet.
b.) Perbedaan
individual daripada individu-individu yang dibimbing, ialah untuk memberikan
bimbingan yang tepat.
c.) Bimbingan
harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d.) Masalah
yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan kepada individu atau
lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.
e.) Bmbingan
dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh si terbimbing.
f.) Bimbingan
harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan.
g.) Program
bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
h.) Pelaksanaan
bimbingan harus dilaksanakan oleh orang yang ahli dalam bidangnya dan bersedia
menggunakan sumber-sumber yang berguna yang di luar sekolah.
i.) Senantiasa
diadakan penilaian secara teratur.
2.) Prinsip
Khusus
a.) Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan sasaran layanan :
§ Bimbingan
dan konseling melayani semua individu tanpa ada perbedaan.
§ Bimbingan
dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
§ Bimbingan
dan konseling memperhatikan semua tahap dan aspek perkembangan individu
§ Bimbingan
dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang menjadi
orientasi pokok pelayanannya.
b.) Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan permasalahan individu :
§ Bimbingan
dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi
mental/fisik individu.
§ Kesenjangan
sosial,ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada
individu.
c.) Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan program layanan :
§ Program
bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta
pengembangan peserta didik.
§ Program
bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu,
masyarakat, dan kondisi lembaga.
§ Program
bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan.
§ Isi
dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya penilaian yang
teratur dan terarah.
§ Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan.
§ Bimbingan
dan konseling diarahkan untuk pengembangan individu.
§ Keputusan
yang diambil dan yang hendak dilakukan hendaknya atas kemauan individu itu
sendiri.
§ Permasalahan
individu harus ditangani oleh tenaga ahli.
§ Kerjasama
antara pembimbing, guru, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
§ Pengembangan
program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang
maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu.
E.
Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
1.) Fungsi Bimbingan dan Konseling.
Ditinjau
dari segi sifatnya, layanan bimbingan dan konseling dapat berfungsi :
§ Fungsi
Pencegahan (Preventif).
Layanan
bimbingan dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan
terhadap masalah. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program
orientasi, bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
§ Fungsi
Pemahaman.
Fungsi
pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan
keperluan pengembangan siswa.
§ Fungsi
Perbaikan.
Walaupun
fungsi pencegahan dan pemahaman sudah dilakukan namun mungkin saja siswa masih
mengalami masalah tertentu, maka dari itu dibutuhkan perbaikan yang akan
menghasilkan terpecahnya berbagai masalah yang dialami siswa.
§ Fungsi
Pemeliharaan dan Pengembangan.
Fungsi
ini berarti siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan
kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
2.) Tujuan
Bimbingan dan Konseling.
a.) Tujuan
Umum
Tujuan
umumnya sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989 UU No.2/1989, yaitu
terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman, dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depdikbud,
1945:5)
Maka
secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa
mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaikan diri.
b.) Tujuan
Khusus.
Secara
khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi berbagai aspek, sebagai
berikut :
§ Dalam
aspek tugas perkembangan pribadi sosial, yang meliputi memiliki kesadaran diri,
mengembangkan sikap positif, membuat pilihan secara sehat, menghargai orang
lain, tanggung jawab, mampu menyelesaikan konflik, dan dapat membuat keputusan
secara efektif.
§ Dalam
aspek tugas perkembangan belajar, meliputi pelaksanaan tehnik belajar secara
efektif, menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, belajar secara efektif,
memiliki kemampuan dalam menghadapi ujian.
§ Dalam
aspek tugas perkembangan karir, meliputi mampu membentuk identitas karir, mampu
merencanakan masa depan, membentuk pola-pola karir, dan mengenal ketrampilan,
kemampuan, dan minat.
F.
Orientasi
Dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan di Madrasah
1. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Yang
dimaksud orientasi disini adalah “pusat perhatian atau titik berat pandangan”.
Misalnya, seorang berorientasi ekonomi dalam pergaulan , maka ia akan menitik
beratkan pandangan atau memusat perhatiannya pada perhitungan untung rugi yang
dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain.
Yang
menjadi titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya
adalah orientasi bimbingan dan konseling yang menjadi pokok pembicaraan.
Orientasi bimbingandan konseling meliputi orientasi perseorangan, orientasi
perkembangan dan orientasi permasalahan.
a. Orientasi
perseorangan
Sejumlah
kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling
dapat dicatat sebagai:
Ø Semua
kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling di
arahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi
sasaran pelayanan
Ø Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan kebutuhannya, memotivasi
dan kemampuan kemampuan potensial. Serta untuk membantu individu agar
dapat menghargai kebutuhan , motivasinya itu kearah pengembangan yang optimal
Ø Setiap
klien harus diterima sebagai individu dan. Harus ditangani secara individual (
Rogers, dalam Mcdaniel, 1956)
b. Orientasi
perkembangan
Orientasi
perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan bahwa pentingnya
peranan perkembangan yang terjadi yang hendaknya diterjadikan pada diri
individu.
Peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan
kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.
c. Orientasi
permasalahan
Rintangan dalam
perjalanan hidup dan perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya
kebahagiaan. Agar tujuan hidup dan perkembangan , yang sebagiannya adalah
tujuan bimbingan dan konseling , itu dapat tercapai dengan sebaik baiknya
2. Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah:
Sekolah
merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan
bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang
kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
Keterkaitan antara bidang pelayanan bimbingan dan
konseling dan bidang-bidang lainnya :
Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, mortensen dan schmuller
(1976) mengemukakan adanya bidang-bidang tugas dan
pelayanan yang saling terkait. Bidang-bidang
tersebut adalah:
-
Bidang Administrasi dan bidang superfisi
-
Bidang Bimbingan & Konseling
Sedangkan bidang-bidang layanan di sekolah ada 3,
yaitu:
1.
Bidang kurikulum
dan pengajaran, meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan
pengajaran, Yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, kemampuan berkomunikasi peserta
didik.
2.
Bidang
administrasi dan kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi
berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan,
serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administerasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, pengembangan staf, prasarana dan saran
fisik dan pengawasan.
3.
Bidang
kesiswaan, yaitu bidang meliputi berbagai fungsi
dan kegiatan yang mengacu kepada
pelayanan
kesiswaan secara individual agar masing-masing peserta didik itu dapat
berkembang sesuai
dengan bakat, potensi, dan minat-minatnya serta tahap-tahap
perkembangannya
Tanggung jawab konselor kepada sekolah, khususnya
kepada siswa :
-
Memiliki
kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan
sebagai individu yang unik.
-
Menyelenggarakan
bimbingan konseling secara tepat dan professional.
-
Menjaga
kerahasiaan siswa dan sebagainya.
[1] Wardati, dkk, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
(Jakarta:Prestasi Pustakaraya,2011), hal. 4
0 komentar:
Posting Komentar