RSS

Bimbingan dan Konseling



BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN BIMBINGAN dan KONSELING
1.      Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu.
Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976) menyatakan bahwa: “ Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal apportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in term of the democratic idea.”
Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah bimbinga perkembangan. Bimbingan perkembangan di lingkungan pendidikan merupakan pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik yang dilakukan secara berkesinambungan agar mereka dapat memahami dirinya, lingkungan, dan tugas-tugasnya sehingga mereka sanggup mengarahkan diri, menyesuaikan diri, serta bertindak wajar sesuai dengan keadaan dan tuntutan lembaga pendidikan, keadaan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja yang akan dimasukinya kelak. Dengan pemberian layanan bimbingan,  mereka lebih produktif, dapat menikmati kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti pada lembaga tempat mereka bekerja kelak, serta masyarakat pada umumnya. Pemberian bimbingan juga membantu mereka mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal.

2.      Pengertian Konseling
Shertzer dan Stone (1980) telah menyimpilkan bahwa : konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Selanjutnya, Pietrofesa dan kawan-kawan menunjukkan beberapa ciri-ciri konseling profesional  adalah sebagai berikut:
a.       Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.
b.      Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru.
c.       Hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antar klien dan konselor.
ASCA (American School Counselor Assosiation) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.
Adanya perbedaan definisi konseling tersebut, selain ditimbulkan karena perkembangan ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskannya tentang konseling dan aliran atau teori yang dianutnya.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpilkan bahwa BK (Bimbingan Konseling) adalah suatu bimbingan yang diberikan seorang konselor terhadap konseli melalui proses yang bersifat pribadi dalam rangka membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya.

B.     SEJARAH BIMBINGAN dan KONSELING

1.      Sejarah Bimbingan dan Konseling di Dunia Internasional
Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor di sekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan di sekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk ke sekolah-sekolah negeri. Tahun 1989 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907, dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
Pada waktu yang sama, para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya: Eli Weaper, Frank Parson, E. G Will Amson, dan Carir Rogers.
Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karier” dan membentuk komite guru pembimbing di setiap sekolah menengah di New York. Komite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guidance Movement in American Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karier uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah dan melatih guru untuk memberikan layanan sebagai konselor.
Bradley menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu :[1]
1.Eksplorasi kejuruan (vocational exploration) : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja.
2.Pemenuhan kebutuhan individual (meeting individual needs) : Tahapan yang menekankan bantuan kepada individu agar memperoleh kepuasan tentang kebutuhan hidupnya. Perkembangan bimbingan dan konseling pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
3.Profesionalisme transisional (transitional profesionalism) : Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor.
4.Diagnosis situasional (situasional diagnosis) : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.

2.      Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Amerika Serikat
Layanan bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh Jesse B. Davis pada sekitar tahun 1898-1907. Beliau bekerja sebagai konselor sekolah menengah di Detroit. Dalam waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi masalah-masalah pendidikan, moral, dan jabatan siswa.
Pada tahun 1908, Frank Parsons mendirikan Vocational Bureau untuk membantu para remaja memilih pekerjaan yang cocok bagi mereka.
Tahun 1910, William Healy mendirikan Juvenile Psychopathic Institut di Chicago.
Tahun 1911, Universitas Harvard memberikan kuliah bidang bimbingan jabatan dengan dosennya Meyer Blomfield.
 Tahun 1912, Grand Rapids, Michigan mendirikan lembaga bimbingan dalam sistem sekolahnya.
Tahun 1913, berdiri National Vocational Guidance Association di Grand Rapids.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat sangat pesat pada awal tahun 1950. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli 1983 APGA mengubah namanya menjadi AACD (American Association for Counseling and Development). Lalu satu organisasi lainnya bergabung pula dengan AACD, yaitu Militery Education (MECA). Dengan demikian, pada saat AACD merupakan organisasi profesional bagi para konselor di Amerika Serikat, dengan 14 divisi (organisasi khusus) yang tergabung di dalamnya. Di samping itu, pada setiap negara bagian atau wilayah tertentu terdapat semacam cabang dari masing-masing organisasi tersebut.
Sebagai suatu organisasi profesi, AACD ataupun organisasi-organisasi divisinya mengeluarkan jurnal-jurnal secara berkala. Jurnal-jurnal tersebut diantaranya:
1.      Journal of Counseling and Development
2.      Journal of College Student Personnel
3.      Counselor Education and Supervision
4.      The Career Development Quarterly

3.      Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis.
Pada tahun 1964, lahir kurikulum SMA Gaya Baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang terkenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Setelah dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) membawa harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di sekolah karena staf bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah pembangunan.
Secara formal, bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Setelah melalui penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang profesioanl. Upaya- upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalitas yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini adalah penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984, telah dimasukkan bimbingan karir di dalamnya. Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.
Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.

C.    Asas – Asas Bimbingan Konseling di Sekolah       
            Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling.
Asas-asas ini dapat diterapkan sebagai berikut:
1)   Asas Kerahasiaan
Banyak orang beranggapan bahwa mengalami masalah merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorangpun (selain diri sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya siswa di sekolah). Dalam hal ini masalah yang dihadapi oleh seorang siswa tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan pada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling.

2)   Asas Kesukarelaan
Dalam asas kesukarelaan pembimbing berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu sehingga klien itu mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing / siswa atau klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri penyelenggara. Para penyelenggara bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-annya itu merupakan suatu yang memaksa diri mereka.

3)   Asas Keterbukaan
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar berarti “bersedia menerima saran-saran dari luar” tetapi dan hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud. Perlu diperhatikan bahwa keterbukaan hanya akan terjadi bila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya diterapkan oleh konselor. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi keterbukaanya.
 
4)   Asas Kekinian
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sudah lampau, dan juga masalah yang mungkin akan dialami di masa mendatang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan dan mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain.

5)   Asas Kemandirian
Dalam memberikan layanan para petugas hendaklah se;a;u berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya para pembimbing / konselor.
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan cirri-ciri pokok mampu:
a)    Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya;
b)   Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis;
c)    Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri;
d)   Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan
e)    Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. (Prayitno, 2004: 117)
Kemandirian dengan cirri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari.
6)   Asas Kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam pencapaian tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.

7)   Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kea rah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekadar mengulang-ulang hal-hal lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju.

8)   Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaanya tidak saling serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping katerpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga perhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain. 

9)   Asas Kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha “layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sahari-hari”. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.

10.  Asas Keahlian
Usaha layanan bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan professional yang diselengggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus di didik pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling secara baik.

11.              Asas Alih tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka petugas itu mengalihtangankan klien tersebut, kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Disamping itu, asas ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. 
12.              Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarsa subg tulada, ing madya mangun karsa”. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan mengahadap pembimbing saja, namun di luar hubungan kerja kepembimbingan dan konselingpun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya.


D.    Prinsip – Prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip-prinsip bimbingan konseling di bagi menjadi dua yaitu Prinsip umum dan khusus.
1.)    Prinsip Umum
a.)    Sikap dan tingkah laku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan ruwet.
b.)    Perbedaan individual daripada individu-individu yang dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat.
c.)    Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d.)   Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan kepada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.
e.)    Bmbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh si terbimbing.
f.)     Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan.
g.)    Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
h.)    Pelaksanaan bimbingan harus dilaksanakan oleh orang yang ahli dalam bidangnya dan bersedia menggunakan sumber-sumber yang berguna yang di luar sekolah.
i.)      Senantiasa diadakan penilaian secara teratur.

2.)    Prinsip Khusus
a.)    Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan :
§  Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa ada perbedaan.
§  Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
§  Bimbingan dan konseling memperhatikan semua tahap dan aspek perkembangan individu
§  Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
b.)    Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu :
§  Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu.
§  Kesenjangan sosial,ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu.
c.)    Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan :
§  Program bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
§  Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
§  Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan.
§  Isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya penilaian yang teratur dan terarah.
§  Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan.
§  Bimbingan dan konseling diarahkan untuk pengembangan individu.
§  Keputusan yang diambil dan yang hendak dilakukan hendaknya atas kemauan individu itu sendiri.
§  Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli.
§  Kerjasama antara pembimbing, guru, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
§  Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu.

E. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
1.)  Fungsi Bimbingan dan Konseling.
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan bimbingan dan konseling dapat berfungsi :
§  Fungsi Pencegahan (Preventif).
Layanan bimbingan dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan terhadap masalah. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
§  Fungsi Pemahaman.
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa.
§  Fungsi Perbaikan.
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman sudah dilakukan namun mungkin saja siswa masih mengalami masalah tertentu, maka dari itu dibutuhkan perbaikan yang akan menghasilkan terpecahnya berbagai masalah yang dialami siswa.
§  Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan.
Fungsi ini berarti siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

2.)      Tujuan Bimbingan dan Konseling.
a.)    Tujuan Umum
Tujuan umumnya sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989 UU No.2/1989, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depdikbud, 1945:5)
Maka secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaikan diri.
b.)    Tujuan Khusus.
Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi berbagai aspek, sebagai berikut :
§  Dalam aspek tugas perkembangan pribadi sosial, yang meliputi memiliki kesadaran diri, mengembangkan sikap positif, membuat pilihan secara sehat, menghargai orang lain, tanggung jawab, mampu menyelesaikan konflik, dan dapat membuat keputusan secara efektif.
§  Dalam aspek tugas perkembangan belajar, meliputi pelaksanaan tehnik belajar secara efektif, menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, belajar secara efektif, memiliki kemampuan dalam menghadapi ujian.
§  Dalam aspek tugas perkembangan karir, meliputi mampu membentuk identitas karir, mampu merencanakan masa depan, membentuk pola-pola karir, dan mengenal ketrampilan, kemampuan, dan minat.



F. Orientasi Dan Ruang Lingkup Kerja Bimbingan di Madrasah
1. Orientasi Bimbingan dan Konseling
Yang dimaksud orientasi disini adalah “pusat perhatian atau titik berat pandangan”. Misalnya, seorang berorientasi ekonomi dalam pergaulan , maka ia akan menitik beratkan pandangan atau memusat perhatiannya pada perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain.
Yang menjadi titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya adalah orientasi bimbingan dan konseling yang menjadi pokok pembicaraan. Orientasi bimbingandan konseling meliputi orientasi perseorangan, orientasi perkembangan dan orientasi permasalahan.
a.       Orientasi perseorangan
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai:
Ø  Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling di arahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran pelayanan
Ø  Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan kebutuhannya, memotivasi  dan kemampuan kemampuan potensial. Serta untuk membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan , motivasinya itu kearah pengembangan yang optimal
Ø  Setiap klien harus diterima sebagai individu dan. Harus ditangani secara individual ( Rogers, dalam Mcdaniel, 1956)

b.      Orientasi perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan bahwa pentingnya peranan perkembangan yang terjadi yang hendaknya diterjadikan pada diri individu.
      Peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.




c.       Orientasi permasalahan
Rintangan dalam perjalanan hidup dan perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya kebahagiaan. Agar tujuan hidup dan perkembangan , yang sebagiannya adalah tujuan bimbingan dan konseling , itu dapat tercapai dengan sebaik baiknya


2.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah:
Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai  kedudukan dan peranan yang khusus.
Keterkaitan antara bidang pelayanan bimbingan dan konseling dan bidang-bidang lainnya :
Dalam proses pendidikan, khususnya di sekolah, mortensen dan schmuller (1976) mengemukakan adanya bidang-bidang tugas dan pelayanan yang saling terkait. Bidang-bidang tersebut adalah:
-          Bidang Administrasi dan bidang superfisi
-          Bidang Bimbingan & Konseling
Sedangkan bidang-bidang layanan di sekolah ada 3, yaitu:
1.      Bidang kurikulum dan pengajaran, meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, Yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, kemampuan berkomunikasi peserta didik.
2.      Bidang administrasi dan kepemimpinan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administerasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, pengembangan staf, prasarana dan saran fisik dan pengawasan.
3.      Bidang kesiswaan, yaitu bidang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual agar masing-masing peserta didik itu dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi, dan minat-minatnya serta tahap-tahap perkembangannya


Tanggung jawab konselor kepada sekolah, khususnya kepada siswa :
-          Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik.
-          Menyelenggarakan bimbingan konseling secara tepat dan professional.
-          Menjaga kerahasiaan siswa dan sebagainya.



[1] Wardati, dkk, Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta:Prestasi Pustakaraya,2011), hal. 4

0 komentar:

Posting Komentar